Tokoh

JAS MERAH

"Jangan Lupakan Sejarah" itulah pesan sang proklamator indonesia kepada kita semua. Karna sejarah tidak pernah berbohong, maka sudah selayaknya kita menghargai para pelaku sejarah yang telah menorehkan prestasi untuk terciptanya kehidupan yang lebih baik.

 Salah satu langkah kongrit yang bisa kita lakukan adalah mengenal biografi para tokoh yang telah mengahrumkan nama bangsa, negara, dan agama. Mustahil jika kita dapat meneladani sikap para pelaku sejarah yang prestatif tanpa mengenal biografinya. Oleh karena itu dalam blog ini disediakan laman khusus untuk mengenal tokoh-tokoh baik skala nasional maupun skala internasional.

A. KH. Hasyim Asy'ari
Biografi KH Hasyim Ashari 
KH Hasyim Asy'ari dilahirkan pada tanggal 10 April 1875, atau menurut penanggalan arab pada tanggal 24 Dzulqaidah 1287H di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. KH Hasyim Asy'ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama yaitu sebuah organisasi massa Islam terbesar di Indonesia. KH Hasyim Asy'ari merupakan putra dari pasangan Kyai Asy'ari dan Halimah. Ayahnya KH. Hasyim Asy'ari merupakan seorang pemimpin pesantren yang berada di sebelah selatan Jombang. KH Hasyim Asy'ari merupakan anak ketiga dari 11 bersaudara. Berdasarkan garis keturunan ibunya, KH Hasyim Asy'ari merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang).

Pendidikan

KH Hasyim Asy'ari mendapat pendidikan dan nilai-nilai dasar Islam yang kokoh dari kedua orang tuanya. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain diantaranya yaitu :
  1. Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. 
  2. Pesantren Langitan, Tuban. 
  3. Pesantren Trenggilis, Semarang. 
  4. Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan Kyai Cholil. 
  5. Pesantren Siwalan, Sidoarjo.dibawah asuhan oleh Kyai Ya’qub (Mertuanya kelak).
  6. Tahun 1893, KH. Hasyim Asy'ari  belajar dan menetap di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudh At Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi.
Karir dan Karya

  1. Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. 
  2. Mendirikan Pesantren Tebuireng. 
  3. Kyai Hasyim menggerakan sistem pertanian setempat secara mandiri dan giat berwirausaha dengan berdagang untuk menghidupi keluarga dan pesantrennya.
  4. Pembuat Resolusi Jihad dalam menentang prilaku penjajahan Belanda dan Jepang. Pengaruh KH. Hasyim sangat kuat di kancah nasional khususnya umat muslim. Sehingga, keberadaan Kyai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya adalah ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ia menolak. Justru Kyai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan. Pertama, ia memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Hal tersebut membuat Belanda kerepotan, karena perlawanan gigih melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kyai Hasyim juga pernah mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang telah mendaftarkan diri kemudian mengurungkan niatnya.
  5. Mendirikan ormas Nahdhatul Ulama, sebuah ormas terbesar di Indonesia yang meneguhkan ruh islam dalam hidup berbangsa dan bernegara.
  6. Ketua Umum Masyumi, 
  7. Menjadi Maha Guru dari Ulama-ulama besar di Jawa dan Madura. 
 Perhatikan dialog dibawah ini yang mencerminkan tingginya keilmuan KH. Hasyim Asy'ari

"Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Mohammad Cholil (gurunya)
  • KH. Kholil : “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” 
  • KH. Hasyim : “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.”
  • KH. Kholil :  Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. 
  • KH. Hasyim : Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.
 Perhatikan ketawadu'an seorang murid (KH. Hasyim Asy'ari) kepada sang gurunya dibawah ini

" Cerita Lucu dan sarat makna, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan sandal ke kaki gurunya. Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kyai Hasyim juga Kyai Cholil adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita. Mbah Cholil adalah Kyai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini".

Perhatikan keilmuan Sang Kyai dalam Ulumul Hadis dibawah ini 
"Kyai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits. Setiap Ramadhan Kyai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadits Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam. Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk mantan gurunya sendiri, Kyai Cholil. Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim. Setelah lulus dari Tebuireng, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas. Murid KH. Hasyim Asy'ari yang tampil sebagai tokoh nasional diantaranya adalah KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH. R. As’ad Syamsul Arifin, Wahid Hasyim (anaknya) dan KH Achmad Siddiq. Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar / Maha Guru) kepada Kyai Hasyim".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar